Selasa, 24 Juli 2012

Ki Ageng Suryomentaram

Ki Ageng Suryomentaram

Ada apa dengan Ki Ageng Suryomentaram? Ada Bung Karno di balik sosok Kejawen yang satu ini. Nama Ki Ageng Suryomentaram, melekat begitu dalam bagi siapa pun pengkaji “ilmu kaweruh”, ilmu kejiwaan ala Jawa. Petuah-petuahnya, wejangan-wejangannya sangat berisi. Lahir dari sebuah endapan penjiwaan yang panjang.
Sedikit introduksi, Ki Ageng Suryomentaram adalah sosok darah biru dari kasultanan Yogyakarta. Dia adalah putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Pria yang lahir di Keraton Yogyakarta pada 20 Mei 1892 itu, juga dikenal sebagai paman dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Raja Yogya paling berpengaruh, dan terkenal dengan bukunya, “Tahta untuk Rakyat”.
Sebagai putra raja, maka Ki Ageng Suryomentaram dengan sendirinya merupakan seorang Pangeran. Pewaris tahta kerajaan. Akan tetapi, ia meninggalkan status ke-Pangeran-an, juga meninggalkan kehidupan keraton dan minggir ke wilayah Bringin, Salatiga. Di sana ia hidup sebagai petani. Di kesejukan Salatiga, Ki Ageng Suryomentaram memusatkan seluruh daya dan perhatiannya untuk menyelidki masalah-masalah kejiwaan.
Dalam masa itu, ia menggunakan dirinya sendiri sebagai “kelinci percobaan”. Banyak hasil kontemplasinya yang kemudian dituang dalam bentuk “serat” atau tulisan. Tidak berhenti di situ, Ki Ageng Suryomentaram kemudian memiliki “pengikut”. Bahkan kemudian Ki Ageng Suryomentaram acap melakukan perjalanan ke berbagai kota untuk memberikan wejangan dalam bentuk ceramah-ceramah, dengan jumlah pengikut yang terus bertambah. Salah satu nama sesi ceramahnya adalah Junggring Salaka Agung (pertemuan besar antara pelajar-pelajar Ilmu Jiwa dari Ki Ageng Suryomentaram).
Beberapa materi ceramah bahkan sudah dibukukan dan diterbitkan oleh Yayasan Idayu. Misalnya serial tentang Mawas Diri, Ilmu Jiwa Kramadangsa, dan Wejangan Pokok Ilmu Bahagia.
Nah, tahukah Anda… Bung Karno termasuk orang yang menggemari pemikiran-pemikiran Ki Ageng Suryomentaram. Keduanya acap melakukan dialog tentang Ilmu Jiwa, Ilmu Mawas Diri dan lain sebagainya. Jika keduanya sudah berbicara, maka semua bentuk protokoler hilang. Ki Ageng Suryomentaram akan menerima Bung Karno dengan sangat santai, berkaos oblong, bersarung… sekalipun Bung Karno (misalnya) datang dengan busana kepresidenan.
Ingin rasanya mengutip tulisan-tulisan Ki Ageng Suryomentaram di blog ini.

Tidak ada komentar: